Home » Bolehkah Wanita Haidh Membaca Al-Qur’an?

Bolehkah Wanita Haidh Membaca Al-Qur’an?

by admineltartil

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini pada tiga pendapat :

  1. Haram membaca Al-Qur’an.

Ini adalah pendapat madzhab Hanafiah, Syafi’iyah dan mayoritas Hambaliyah juga merupakan satu riwayat dari Imam Malik. Dalil-dalil pendapat ini adalah :

– Hadits Abdullah Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wanita haidh serta orang junub tidak boleh membaca Al-Qur’an sama sekali,” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Baihaqi).  Namun hadits ini dinilai lemah oleh Ahmad bin Hambal juga Ibnu Hajar Al-Atsqalani karena ada perawi yang bernama Ismail bin ‘Iyasy, jadi berdalil dengan hadits ini tidak kuat.

– Riwayat Abdullah bin Salamah, ia berkata : aku dan dua orang laki-laki menemui Ali bin Abi Thalib….Ali berkata : sesungguhnya Rasulullah SAW setelah keluar dari membuang hajat beliau membacakan kami Al-Qur’an juga makan daging bersama kami dan tidak ada yang menghalangi beliau dari membaca Al-Qur’an selain kondisi junub. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Rasulullah SAW membacakan kami Al-Qur’an selama tidak dalam kondisi junub (HR. Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih, Imam Hakim juga berkata hadits ini shahih). Namun hadits ini juga diperdebatkan keshahihannya, dan kalaupun shahih maka yang terlarang membaca Al-Qur’an adalah orang yang sedang junub.

– Hadits Ali bin Abi Thalib,  beliau berkata : Aku melihat Rasulullah SAW berwudhu kemudian membaca Al-Qur’an, setelah itu beliau bersabda, “Membaca Al-Qur’an seperti ini diperbolehkan selama tidak dalam kondisi junub, adapun yang junub tidak boleh membaca meskipun satu ayat. (HR. Ahmad, Imam Al-Haitsami berkata, para perawainya terpercaya). Dalil ketiga ini menjadi penguat dalil kedua tentang akan keharaman bagi orang junub membaca Al-Qur’an. Wanita yang haidh disamakan hukumnya dengan orang junub dari sisi sama-sama berkewajiban mandi besar.

Masih ada beberapa dalil lain yang sengaja kami tinggalkan karena dhaifnya riwayat.

  1. Wanita haidh boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak. Ini adalah pendapat mazhab zha Dalil dari pendapat ini adalah :

– Rasulullah SAW pernah menulis beberapa surat yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur’an kepada raja-raja non-Muslim. Jika non muslim saja diperbolehkan membaca ayat tersebut maka wanita haidh lebih berhak untuk dibolehkan. Namun, Ibnu Hajar Al-Atsqalani menyanggah dengan berdalil dengan kejadian ini karena pada surat-surat tersebut terdapat banyak tulisan yang selain Al-Qur’an, sehingga hukumnya sama seperti membaca buku tafsir. Dan kejadian ini adalah kejadian khusus yang tidak bisa digenaralisasikan.

-Dari Aisyah ra. Rasulullah SAW selalu berdzikir pada Allah SWT setiap waktu dan setiap saat (HR. Bukhari dan Muslim).  Namun hadits ini umum, bersifat general dan masih ada riwayat-riwayat lain yang bisa mengkhususkannya sehingga berdalil dengan hadits ini tidak tepat.

-Ibnu Hazam meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas membaca Al-Qur’an dalam konsisi junub. Namun ini adalah perbuatan sahabat, yang berdalil dengannya masih diperselisihkan apalagi ketika berseberangan dengan hadits-hadits yang menjadi argumentasi pendapat pertama.

-Karena tidak ada teks yang shahih secara jelas melarang wanita haidh membaca Qur’an, maka kembali ke hukum asal yaitu boleh. Namun ketiadaan teks bukan berarti ketiadaan hukum karena qiyyas juga merupakan dalil syariat.

  1. Wanita haidh boleh membaca Qur’an namun orang junub tidak boleh membacanya. Ini adalah satu riwayat dari Imam Malik yang diikuti mayoritas sahabatnya serta riwayat dari Imam Ahmad yan dikuatkan sebagian pengikutnya. Dalil pendapat ini adalah adanya teks dalam masalah junub dan ketiadaannya dalam masalah haidh dan menyamakan di antara keduanya tidak tepat karena junub adalah pilihan sedangkan haidh bukan pilihan begitu juga waktu junub berlangsung singkat tidak seperti haidh yang berlangsung lama yang bisa mengakibatkan wanita lupa hafalannya jika dilarang membaca Al-Qur’an.

Sumber Perbedaan

Menururt kami, perbedaan dalam masalah ini disebabkan karena ketiadaan teks yang jelas serta perbedaan para ulama dalam menganggap qiyas al musawi sebagai dalil dalam pengambilan hukum. Bagi yang mengatakan qiyas ini sebagai dalil maka wanita haidh dilarang membaca Al-Qur’an.

Tarjih

Menurut kami, yang lebih kuat adalah pendapat pertama karena shahihnya riwayat yang melarang orang junub membaca Al-Qur’an dan hukum haidh sama dengan hukum junub. Adapun kekhawatiran wanita lupa hafalannya saat haidh maka dapat disisasati dengan muraja’ah di dalam hati atau sambil mendengarkan rekaman tilawah. Sedangkan bagi para ustadzah atau wanita yang belajar al-Qur’an serta dalam proses menghafalkannya maka bagi mereka tetap diperbolehkan mengajar dan belajar Al-Qur’an serta menyetorkan hafalan karena kebutuhan yang mendesak karena dalam satu kaidah disebutkan : “kebutuhan mendesak sama hukumnya dengan darurat”. Syafiiyah juga membolehkan hal ini dengan catatan diniatkan sebagai proses belajar dan megajar Al-Qur’an. Wallahu’alam

Disarikan dari kitab Al-Ahkam Al-Fiqhiyah Al-Khashah bil Quranil Karim dengan pengurangan dan tarjih yang berbeda.

***********

Penulis : Muhammad Nur Khozin Abu Nuha

You may also like

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.